Sejarah Gitar Merah Darah

, , 7 comments
Sekilas, judul di atas menyiratkan seolah ada benda keramat bersejarah berwujud "Gitar Merah Darah", tapi -sayangnya- itu persepsi salah yang ngaco, dikibuli judul beraroma mistis...


Saat itu, tahun 2004 di sudut barat Bali, Kabupaten Jembrana. Sore yang berangin itu sangat pas untuk latihan Pramuka. Terdengar tidak nyambung, memang, tapi benar.

Sore itu, SMP 1 Negara, Sekolah Standar Nasional, sekaligus Pemenang Lomba Wawasan Wiyata Mandala se-Bali (sombong sekali..) ini baru saja usai melakukan latihan Pramuka. Murid-murid pun berhamburan keluar gerbang sekolah yang sudah lama tidak di cat ulang itu.

Dua anak tengah berjalan pulang, beriringan di atas trotoar. Tak sengaja mereka melewati sebuah toko musik yang sepi. Ini toko baru, lokasinya tepat di samping sekolah kedua anak itu. Dimer Music nama tokonya -kalau tidak salah...- dan, tiba-tiba saja, mereka berdua histeris!!!!


penyebab histeria itu

"Mimih, gagah gati gitar to, Wo!!!!" seru anak yang lebih besar, Gus Anggara namanya, tapi kala itu ia lebih suka dipanggil Agoes (dan kini ia lebih memilih dipanggil "Jebret").
(kalimat di atas dalam bahasa bali, yang artinya: wow keren sekali gitar itu, Wo!!!). Matanya berbinar-binar, seolah inilah benda pertama yang membuatnya terpesona.

Dan, mereka pun memberanikan diri masuk ke dalam sana. Masuk ke toko musik! Bukan main elitnya! Bayangkan, mereka cuma anak SMP di tengah kota kecil sederhana, yang uang saku hariannya dijatah, sehingga hanya cukup untuk membeli semangkuk soto di kantin Bu Sudi yang banting harga. Dan sekarang, mereka masuk ke toko musik. How elite was that? Membanggakan!

"Permisi, Bli....",

"Iya ada apa???", sahut si penjaga. Malas-malasan saja. Mungkin pikirannya berkata: dua anak dekil ini tidak mungkin mampu membeli alat musik. Tipe anak yang membeli baju distro saja hanya di saat menjelang hari raya Galungan, (dan itu sedikit benar!)

"errr.... tokonya baru ya, Bli?", tanya anak yang lebih kecil. Sedikit gagap.
Si penjaga melirik malas, "ho.. oh.."

slash & Les Paul
Si kecil yang ternyata bernama Dewo itu bertanya lagi, "Gitar ini, yang kayak punyanya Slash Gun n Roses ini dijual?" Hmm... Sebuah pertanyaan bodoh, sebenarnya. Tentu saja dijual, idiot! Ini jelas-jelas toko musik!!! Bukan museum patung lilin!

"Itu... gitar bekas...", sahut si penjaga. Mulai nyambung rupanya. "Wah tahu Slash ya! Bener. Itu dah mirip gitar Slash, Les Paul! Bagus barangnya tuh".

"Oh...", kata Agoes, "berapaan harganya, Bli?"

Si penjaga memandangi mereka, satu-satu. "Hmm... satu juta dua ratus... dapat kabel orisinil..."

Fyuh... Satu juta dua ratus ribu rupiah di tahun 2004?
* * *


Masalahnya adalah: tidak ada masalah. Dewo, si anak yang lebih kecil itu, baru saja memperoleh uang hadiah suatu perlombaan matematika propinsi 800 ribu. Ditambah lagi dana-dana lain, seperti hasil memalak ibu-ibu pedagang yang lewat (just kidding, Dewo anak yang baik). Uang ada, pas malah! Gitar merah cantik itu bisa langsung saja disambarnya pulang dalam satu kedipan mata!

Uang sudah ada...
Namun mengapa dia masih bingung?

Hmm.... selidik punya selidik, mungkin ini yang namanya syndrome orang miskin!


Pernah dengar?
Penyakit ini muncul saat kita akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar, jadi merasa sayang sendiri. Kasihan sekali. Untungnya ada teman yang memanas-manasi. Agoes, si anak yang lebih besar, dengan sarkastis mereview kembali kebodohan Dewo dalam mengurusi uang. Seperti:
  1. Membeli sepatu roda (yang disembunyikan di ruang OSIS karena takut dibawa pulang) padahal sama sekali tidak bisa memakainya, hanya terpengaruh tokoh Milo di majalah Bobo untuk gaya-gayaan; 
  2. Hampir membeli Nokia 3310, hape sejuta ummat, karena gengsi punya gebetan adik kelas namun tak punya hape (sementara gebetannya ber-hape kamera), Bahkan mereka sudah berjalan kaki keliling Kota Negara meliha-lihat konter hape.
  3. dan selusin kebodohan lain.
"Beli tu gitar sekarang, atau uang itu akan lenyap, tak berbekas..." kata Agoes terakhir kali, speechless melihat sang teman kena syndrome orang miskin.


"Baiklah," kata Dewo. Kali ini suaranya BULAT!!!
"Persetan dengan sindrom miskin celaka!"
* * *

Singkat kata, singkat cerita, gitar itu pun dimiliki Dewo, setelah pergi dibeli bersama ayahnya. Bagaimana respon sang ayah melihat sang anak, dengan begitu mudahnya mengucurkan uang 1,2 juta?

Sumringah!
Ayah Dewo malah ikut mencoba beberapa gitar di toko itu.
Untuk ukuran ayah yang mengukir tembok rumah dengan logo lidah mewe Rolling Stones, yang membelikan anaknya poster Gun N Roses di usia kelas 5 SD padahal membaca Bobo saja dilarang, kini melihat anaknya membeli gitar listrik dengan uang sendiri, bagaimana ia bisa tidak senang? Ia adalah ayah paling rock n roll, sedunia!

on stage with the red

Begitulah.
Sejarah kelahiran gitar merah, yang kelak menyandang nama Angelica, Angie, dan lain sebagainya. Tapi itu tidak penting. Apalah arti sebuah nama... Yang penting, gitar merah darah yang beratnya bukan main itu, menemani Dewo dalam saat paling senang, sampai saat paling buruk.

Oya, kawan! Banyak gitaris mengatakan, gitar mereka lebih memahami dan mengerti dibandingkan pacar atau istri sekalipun! 

Percayalah
...saat itu mereka sedang berkata jujur.



(this is true story of my damn life)

7 komentar:

  1. :)
    LOve ur dad....

    BalasHapus
  2. hahaha...
    nice...
    bagaimana kabar gitar itu...
    suaranya ada di beberapa lagu...

    BalasHapus
  3. gitar itu ada tetap, nanti diwariskan, biar jadi keramat beneran, haha :D

    BalasHapus
  4. keren..
    gw bayarain 500rb ya bro :P

    BalasHapus
  5. Wah si Gitar Merah yg legendaris menemani sambil Wisata ke Bali tp ternyata beneran ya jd istri pertama para gitaris krn ternyata jauh lebih penting dari istri sah scr hukum... waduuhhh

    BalasHapus
  6. good... story of your fave guitar?

    BalasHapus

Tinggalkan komentar sebagai name/url, dan tulis namamu di sana...