Bapak Ibu hadirin yang terhormat.
Ada sebuah stereotipe yang menggantung di masyarakat.

Stereotipe itu berbunyi sebagai berikut;

Predikat Jegeg Bagus, Putri Indonesia, bahkan Miss Universe dan kontes sejenis lain hanyalah sebuah mahkota dan selempang kosong. Nihil kontribusinya! Sekadar sekelompok muda-mudi beradu tampilan, yang berawal dari panggung gemerlapan, berakhir di acara-acara seremonial dan baliho.

“Mengapa mereka menjadi duta pariwisata kami?” masyarakat bertanya-tanya, “Apakah mereka mampu? Selama ini tak kami rasakan kontibusi nyata dari mereka. Apa mereka secerdas payasan-nya?

Begitulah kira-kira bisik kecewa masyarakat Bali terhadap  kami, para Jegeg Bagus.

Seorang kawan pernah berkata padaku. Katanya, "Wo, orang menulis itu... karena hatinya resah."
Entah malam ini aku dilanda resah atau tidak. Apa pula makna istilah "resah" itu. Aku tak mengerti. Buatku bahasa adanya cuma kesepakatan. Tidak lebih.

Malam ini mendadak ku-silent telepon genggamku. Kupasang earphone di kuping erat-erat, sambil kuputar musik secara random via playlist di aplikasi musik.

Lagu-lagu berlalu, banyak yang sudah basi. Aku sudah hafal segala rincinya, dan akupun bosan. Tapi kebosanan itu berhenti tiba-tiba.