Mengenang Chester dan Linkin Park

, , No Comments


"Heh? Vokalis Linkin Park yang itu bunuh diri? Padahal musiknya termasuk bisa kunikmati, lho Wo..."

Begitu ujar Bli Made, rekan kamarku pagi ini begitu mendengar kabar terbaru Chester Bennington. Kami sedang bersiap berdinas, jadi kami bersiap dari kamar hostel.

Mengejutkan memang, kulihat banyak teman di dunia maya mengekspresikan kesedihannya. Bli Made bukanlah pecinta musik banget, apalagi tipe-tipe distorsi. Namun apa yang ia katakan bisa jadi mewakili ruang dengar banyak orang.

Chester memasyarakatkan metal, dan memetalkan masyarakat.
Itu sahih, my brader!

Musik metal yang awalnya sekadar didengar sekelompok anak berbaju hitam di kamar gelap dengan potongan kepala kelelawar dekat poster Black Sabbath, kini muncul di MTV. Mendominasi!

Yeah.. suka atau tidak, Linkin Park bisa sebesar sekarang mungkin karena ia menandai (dan memprovokasi) suatu perubahan jaman. Apalagi bagi generasiku, yang tumbuh di tahun 90an, saat musik mainstream sedang -duh Gusti- menjemukan.
* * *

Alkisah, pada awal jaman, generasi rapi klimis Inggris ala Mods menguasai dunia. Pasukan tampan ini dipimpin McCartney dan Lennon. Musiknya manis, mengenalkan dunia pada konsep hiburan baru: grup band. Konsep baru ini membawa semangat muda yang menyegarkan.

Tahta musik mainstream dunia dilanjutkan oleh generasi begajulan: rambut gondrong, pakaian serampangan ala Deep Purple, Rolling Stone dan lainnya. Musiknya menghentak, mengenalkan dunia pada distorsi, bahwa musik berisik juga asik. Rock and roll, baby.

Semangat terus berlanjut. Guns n Roses, Jovi, dengan grup seangkatannya yang penuh lateks dan kenakalan giliran mewarnai dunia, boombox, dan dinding para muda. Motto Sex, Drugs and Rock n Roll berjaya kala itu.
Namun, yah tak berlangsung lama.

Dunia musik mengajarkan, bahwa tak ada hegemoni yang abadi. Kegarangan melodi gitar Slash, ingar-bingar glamour Axl pun dirabas seorang anak muda berkemeja flanel dengan kemampuan gitar ala kadarnya, namun jadi diri dan semangat membara garang. Namanya Kurt Cobain.

Saat itulah, kira-kira aku baru lahir.

Kurt tak lama menjadi pangeran, mungkin karena motto terkenal "I hate myself and I want to die..." yang ternyata ia realisasikan. Begitulah, Kurt bunuh diri membawa mahkota musik dunia bersamanya.

Apa kabar dengan tampuk kepemimpinan musik dunia di 90an?

Ndak jelas!

Sebagai pencinta musisi yang benar-benar memainkan instrumen, menjelang millenium 2000 adalah era suram permusikan (dan perfilman) dunia. The Moffats, Hansons, mungkin pengecualian. Tapi sebagaimana Greenday, mereka belumlah bisa disebut penguasa dunia. Dunia malah dikuasai sekelompok pemuda-pemudi tanpa instrumen yang lagunya diciptakan produser dan berjoged di MTV.

Dari Boyzone sampai Spice Girl, Blue sampai F4, dari Britney Hit Me Baby sampai Britney I Am Slave... lol...

Saat itulah, kawanku, tepatnya circa 2002, pemberontakan meletus!

Mungkin dunia sedang butuh yang nakal, yang ndak manis-manis ala Fool Again-nya Westlife.

Dipimpin oleh Linkin Park, distorsi kembali naik kelir panggung. Seriously, bahkan Declaration of Revolution bertitel In The End itu masih terhapal sempurna di benak umat, belasan tahun kemudian terutama di section comment 9gag.

... It started with... (one thing... I don't know why...)

Linkin Park membawa aliran (yang oleh majalah dilabeli) Nu Metal, alias industrial metal. Bumbu pokoknya DJ, rapper dan tukang teriak. Boyband pun tergelincir dari tampuk kekuasaan musik dunia, alhamdullilah ya, digantikan generasi Blink, Linkin, dan Greenday yang mulai merangkak ke permukaan. Rock show!

Crawling, In The End, Pappercut, sampai My December mengawal tumbuh kembangku menutup masa SD 6 Dauhwaru. Aku bahkan meminjam kaset tape Hybrid Theory dari Rahtu, adik kelas yang lebih berada. Bahkan kuingat baju kelas kakakku XII IPA di Smansa Negara bergambar malaikat maut dengan sabit dan sayap capung.

Kurang rebel gemana coba, jaman itu...

Revolusi yang diletup Chester dkk itu masih terasa gelombangnya. Korn, Bullet, Avenged, dan bergenerasi adik-adik Chester Bennington dari beragam aliran distorsi melenggang, melanjutkan obor yang dinyalakan kembali itu. Linkin adalah pemantik api obor itu, meski bagaimanapun musiknya sekarang.

Jujur aku sudah tak mendengarkan mereka lagi sejak sekian lama. Tapi toh saat ini aku tetap merasa kehilangan, mendengar salah satu rebel itu meninggal pagi ini.

Kehilangan seorang yang memasyarakatkan musik metal, menghadirkan metal ke ruang dengar lebih luas. Seseorang yang merabas boyband-boyband berambut belah tengah, seseorang yang mengembalikan gitar bass drum kembali ke panggung.

Terima kasih atas kenangannya, Chester.

Teriakanmu akan senantiasa terkenang, bergema di hati angkatan kami. Terima kasih telah menjadi pengubah jaman. Kau tau, Chester, duh, kini keadaan tak jauh beda. Panggung musik dunia kini dikuasai alat elektronik. Jedug-jedug suara DJ. Di Jembrana, di sekolah, anak band entah kemana, parade-festival band yang dulu tiap minggu kini entah tiada... Di manakah, pemberontak, engkau bersembunyi?

Menanti titisanmu, Chester, generasi awatara baru, yang mengembalikan musik kembali ke alat-alat yang dimainkan tangan dan hati manusia. Band!

Bukankah ini penting? Dan perasaanku membunuhku!

I am a true believer.

(Jumat, 21 Juli 2017. Labuan Bajo)

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar sebagai name/url, dan tulis namamu di sana...